Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat
TNGL
adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692
Hektar yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi
Aceh dan
Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Aceh Barat Daya,
Aceh Selatan,
Aceh Singkil,
Aceh Tenggara,
Gayo Lues,
Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Dairi,
Karo dan
Langkat.
Taman nasional ini mengambil nama dari
Gunung Leuser
yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan
laut di Aceh.
Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai
sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan
tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata,
dan rekreasi.
Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu :
a.
perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Gunung Leuser terdiri dari gabungan:
- Suaka Margasatwa Gunung Leuser : 416.500 hektare
- Suaka Margasatwa Kluet : 20.000 hektare
- Suaka Margasatwa Langkat Barat : 51.000 hektare
- Suaka Margasatwa Langkat Selatan : 82.985 hektare
- Suaka Margasatwa Sekundur : 60.600 hektare
- Suaka Margasatwa Kappi : 142.800 hektare
- Taman Wisata Gurah : 9.200 hektare
- Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas : 292.707 hektare
Hampir seluruh kawasan ditutupi oleh lebatnya hutan Dipterocarpaceae
dengan beberapa sungai dan air terjun. Terdapat tumbuhan langka dan khas
yaitu daun payung raksasa (
Johannesteijsmannia altifrons), bunga
raflesia (
Rafflesia atjehensis dan
R. micropylora) serta
Rhizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar dengan diameter
1,5 meter. Selain itu, terdapat tumbuhan yang unik yaitu ara atau tumbuhan
pencekik.
Satwa langka dan dilindungi yang terdapat di taman nasional
antara lain mawas/orangutan (Pongo abelii), siamang (Hylobates
syndactylus syndactylus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus),
badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Capricornis
sumatraensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa sambar
(Cervus unicolor), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis
sumatrana).
Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Harimau Sumatera (
Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau
Sumatera,
merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup
hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang
terancam punah (
critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia
IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di
taman-taman nasional di Sumatera.
Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik,
yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies
terpisah, bila berhasil lestari.
[2]
Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi
saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor
harimau terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.
Orangutan (
Pongo abelii)
Orangutan Sumatra (
Pongo abelii) adalah spesies
orangutan terlangka. Orangutan Sumatra hidup dan endemik terhadap
Sumatra, sebuah pulau yang terletak di
Indonesia. Mereka lebih kecil daripada
orangutan Kalimantan.
Orangutan Sumatra memiliki tinggi sekitar 4.6 kaki dan berat 200 pon.
Betina lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon.
Gajah Sumatera (
Elephas maximus sumatranus)
Gajah Sumatera adalah
subspesies dari
gajah Asia yang hanya berhabitat di
pulau Sumatera. Gajah Sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies
gajah India.
Populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam.
Sekitar 2000 – 2700 ekor gajah Sumatera yang tersisa di alam liar
berdasarkan survei tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah Sumatera
lenyap akibat dibunuh manusia dan 30% kemungkinan diracuni manusia.
Sekitar 83% habitat gajah Sumatera telah menjadi wilayah perkebunan
akibat perambahan yang agresif untuk perkebunan.
Gajah sumatra adalah
mamalia terbesar di
Indonesia,
beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 m pada bahu. Periode
kehamilan untuk bayi gajah adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai
70 tahun.
Herbivora
raksasa ini sangat cerdas dan memiliki otak yang lebih besar
dibandingkan dengan mamalia darat lain. Telinga yang cukup besar
membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh
seperti darah panas dingin ketika mengalir di bawah permukaan telinga.
Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air, dan memiliki
tambahan dpt memegang (menggenggam) di ujungnya yang digunakan seperti
jari untuk meraup.
Badak Sumatera (
Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)
Badak Sumatera (
Dicerorhinus sumatrensis
) adalah satu-satunya badak Asia dengan dua cula. Badak Sumatera juga
dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak
di dunia, sehingga sering disebut
hairy rhino
(badak berambut). Ciri-ciri lainnya adalah telinga yang besar, kulit
berwarna coklat keabu-abuan atau kemerahan - sebagian besar ditutupi
oleh rambut dan kerut di sekitar matanya.
Habitat badak Sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga
hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai
hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Badak Sumatera adalah
penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus),
daun-daunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu. Mereka lebih
menyukai dataran rendah, khususnya di hutan-hutan sekunder di mana
banyak tedapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Badak Sumatera hidup
di alam dalam kelompok kecil dan umumnya menyendiri (soliter).
Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingan
semua sub-spesies badak di dunia. Saat ini populasinya diperkirakan
kurang dari 300 ekor.
Selama bertahun-tahun, perburuan badak Sumatera untuk diambil culanya
maupun bagian-bagian tubuh lainnya - biasanya dipercaya sebagai bahan
obat tradisional - telah berakibat pada semakin berkurangnya populasi
satwa tersebut. Saat ini, hilangnya habitat hutan menjadi ancaman utama
bagi kelangsungan hidup badak Sumatera yang tersisa.