Kesuksesan
Selandia Baru sebagai Negara Petani dan Peternak semata-mata karena
kesadaran masyarakat untuk mencintai potensi yang dimilikinya, serta
didukung oleh kemudahan perizinan usaha yang menempati urutan ke-2 dari
195 negara sedunia.
Negara
subtropis yang memiliki kesan segar dan indah ini mempunyai kondisi
geografis yang mirip dengan Indonesia. Selandia Baru, dikenal dengan
nama New Zealand di mancanegara, memiliki hamparan lahan berbukit dan
landai. Negara ini merupakan contoh nyata salah satu negara yang
berhasil memajukan kehidupan petani dan peternak, serta sukses mengolah
berbagai industri yang berkaitan dengan pertanian, peternakan,
perkebunan dan perikanan.
Selandia Baru memiliki luas wilayah kedaulatan seluas 268,680 km2,memiliki
jumlah populasi 4.430.400 jiwa. Negara ini terbagi menjadi dua pulau
yaitu Utara dan Selatan dengan bentuk permukaan yang menyerupai pulau
Sulawesi dan Jawa. Selandia Baru merupakan negara maju dengan kontribusi
hasil pertanian, perternakan dan perkebunan sebesar 4,8% dari total
Produk Domestik Bruto per kapita (CIA World Factbook 2012). Jika
diteliti lebih lanjut persentase tersebut terlihat kecil, namun yang
mengagumkan, jika dilihat dari persentase komoditi ekspor, produk-produk
hasil pertanian, perikanan, perkebunan merupakan kekuatan utama dalam
mendatangkan devisa. Hampir 50% komoditas ekspor Selandia Baru berasal
dari industri pertanian yang diekspor ke negara-negara tetangga seperti
Australia, Amerika, China, Jepang dan Inggris.
Tabel 1. Perbandingan Antara Indonesia dan Selandia Baru (Wijaya, 2009)
Peternakan
Negara ini
memiliki hampir 13.000 peternakan sapi, baik skala kecil milik
perorangan hingga yang besar. Hampir sepertiga luas negara merupakan
daerah peternakan. Tak heran ekspor produk susu menjadi salah satu
pemasukan terbesar negara.
Hampir semua peternakan menggunakan model peternakan padang rumput (ranch).
Pengelolaan rumput dan pertumbuhannya dipengaruhi oleh musim, jenis
rumput, luas lahan, pemupukan dan faktor kesuburan tanahnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan padang rumput sudah
diketahui secara luas oleh peternak karena dukungan infrastruktur dan
hasil riset yang telah lama dilakukan (Prabowo 2004)
Metode
peternakan untuk biri-biri, sapi potong maupun sapi perah tidak jauh
berbeda dengan peternak sapi di Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu dengan
cara penggembalaan di padang rumput yang dimiliki oleh peternak yang
dikelilingi oleh kawat yang dialiri listrik tegangan rendah. Hasil utama
industri peternakan Selandia Baru terdiri dari daging berkualitas,
bahan wol dari bulu domba, mentega, margarin, telur ayam, susu perah dan
keju. Peternak di Selandia Baru hanya memiliki hari libur sebanyak 4
hari (Hari Raya Natal dan Paskah, Hari Buruh, dan Ulang Tahun Ratu
Inggris) sehingga mereka bekerja hampir sepanjang tahun termasuk saat
musim panas dan musim dingin.
Perkebunan
Zaitun,
Apel, Anggur, dan Kiwi menjadi komoditas hortikultura yang menjadi
prioritas untuk dikembangkan di Selandia Baru. Dengan memadukan potensi
keindahan alamnya, petani perkebunan dan pemilik kebun menjadikan
perkebunan mereka sebagai objek wisata. Banyak restoran yang menyajikan
produk dengan bahan baku yang diambil langsung dari kebun mereka. Cara
ini tentu saja menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.
Perikanan
Pemerintah
Selandia Baru memiliki kebijakan yang ketat dalam sektor perikanan.
Pemerintah menetapkan kuota terhadap hasil tangkapan nelayan lokal
sebagai bentuk manajemen sumber daya kelautan, dan juga berbagai
inspeksi dan karantina terhadap kapal asing yang beroperasi di perairan
Selandia Baru untuk mencegah terjadinya penangkapan berlebihan terhadap
hasil laut dan satwa flora dan fauna asing yang mungkin terbawa dan
menjadi hama pengganggu ekosistem kelautan dan darat.
Pemerintah
memberikan penyuluhan secara merata dan jelas kepada para petambak dan
nelayan, dan juga memberlakukan kontrol harga perikanan yang ketat
melalui policy recommended retail price, atau harga eceran resmi
rata-rata dengan perbedaan kurang lebih 10%. Hal ini menjamin nelayan
dan petambak tetap mendapatkan keuntungan dan berkiprah di bidangnya.
Dari sekian banyak hasil laut dan tambak, produk hasil laut Selandia
Baru yang terkenal ialah, kerang cangkang hijau, ikan salmon, tiram
Pasifik asal Asia, dan Abalone.
Perekonomian Selandia Baru
Perekonomian
negara Selandia Baru bertumpu pada perdagangan hasil laut sejak abad
ke-19. Pada awal tahun 1970-an Selandia Baru mengalami kemerosotan
perekonomian yang sangat drastis, keadaan ini disebabkan oleh kenaikan
harga minyak yang berakibat pada berkurangnya permintaan dunia terhadap
barang-barang primer Selandia Baru dan tersendatnya akses Selandia Baru
ke dalam pasar Inggris setelah terbentuknya Uni Eropa.
Standar
kehidupan di Selandia Baru mengalami kejatuhan menjadi di bawah
Australia dan Eropa Barat, dan pada tahun 1982 Selandia Baru memiliki
pendapatan per kapita yang paling rendah di antara negara-negara maju
yang disurvey oleh Bank Dunia. Sejak tahun 1984, pemerintah-pemerintah
penerus di Selandia Baru berurusan dengan restrukturisasi ekonomi makro
(yang pada mulanya dikenal sebagai Rogernomics dan kemudian berubah
menjadi Ruthanasia), secara cepat mengubah Selandia Baru dari ekonomi
yang sangat proteksionis menjadi ekonomi pasar bebas.
Walaupun
Selandia Baru sangat bergantung kepada perdagangan internasional.
Sehingga Selandia Baru rentan terhadap harga-harga komoditas
internasional dan resesi global. Namun, sektor pertanian, hortikultura,
perikanan, kehutanan, dan pertambangan, yang berasal dari sumber daya
alam (SDA) unggulan di negara ini mampu menjadi industri penting yang
mendunia. (RAP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar