Translate

Kamis, 10 Oktober 2013

Kopi Gayo dan Sejarahnya



Saat ini di Aceh terdapat dua jenis kopi yang di budidayakan adalah kopi Arabica dan kopi Robusta. Dua jenis kopi gayo aceh yang sangat terkenal yaitu kopi Gayo (Arabica) dan kopi Ulee Kareeng (Robusta). Untuk kopi jenis Arabica umumnya dibudidayakan di wilayah dataran tinggi “Tanah Gayo”, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues, sedangkan di Kabupaten Pidie (terutama wilayah Tangse dan Geumpang) dan Aceh Barat lebih dominan dikembangkan oleh masyarakat disini berupa kopi jenis Robusta. Kopi Arabica agak besar dan berwarna hijau gelap, daunnya berbentuk oval, tinggi pohon mencapai tujuh meter. Namun di perkebunan kopi, tinggi pohon ini dijaga agar berkisar 2-3 meter. Tujuannya agar mudah saat di panen. Pohon Kopi Arabica mulai memproduksi buah pertamanya dalam tiga tahun. Lazimnya dahan tumbuh dari batang dengan panjang sekitar 15 cm. Dedaunan yang diatas lebih muda warnanya karena sinar matahari sedangkan dibawahnya lebih gelap. Tiap batang menampung 10-15 rangkaian bunga kecil yang akan menjadi buah kopi. 
Dari proses inilah kemudian muncul buah kopi disebut cherry, berbentuk oval, dua buah berdampingan. Kopi Gayo merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dari permukaan laut tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luas sekitar 81.000 ha. Masing-masing 42.000 ha berada di Kabupaten Bener Meriah dan selebihnya 39.000 ha di Kabupaten Aceh Tengah. Gayo adalah nama Suku Asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi sebagai Petani Kopi.
Varietas Arabica mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabica yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia. Kopi Gayo merupakan salah satu kopi khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari oleh berbagai kalangan di dunia. Kopi Gayo memiliki aroma dan rasa yang sangat khas. Kebanyakan kopi yang ada, rasa pahitnya masih tertinggal di lidah kita, namun tidak demikian pada kopi Gayo. Rasa pahit hampir tidak terasa pada kopi ini. Cita rasa kopi Gayo yang asli terdapat pada aroma kopi yang harum dan rasa gurih hampir tidak pahit. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa rasa kopi Gayo melebihi cita rasa kopi Blue Mountain yang berasal dari Jamaika. Kopi Gayo Aceh Gayo dihasilkan dari perkebunan rakyat di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. 
 Di daerah tersebut kopi ditanam dengan cara organik tanpa bahan kimia sehingga kopi ini juga dikenal sebagai kopi hijau (ramah lingkungan). Kopi Gayo disebut-sebut sebagai kopi organik terbaik di dunia.










Sejarah Kopi 

Kopi memiliki istilah yang berbeda-beda. Pada masyarakat Indonesia lebih akrab dengan sebutan kopi, di Inggris dikenal coffee, Prancis menyebutnya cafe, Jerman menjulukinya kaffee, dalam bahasa Arab dinamakan quahwa.
Sejarah kopi diawali dari cerita seorang penggembala kambing Abessynia yang menemukan tumbuhan kopi sewaktu ia menggembala, hingga menjadi minuman bergengsi para aristokrat di Eropa. Bahkan oleh Bethoven menghitung sebanyak 60 biji kopi untuk setiap cangkir kopi yang mau dinikmatinya. Sejak penemuan tumbuhan kopi tersebut kemudian seorang sufi Ali Bin Omar dari Yaman menjadikan rebusan kopi sebagai obat penyakit kulit dan obat-obatan lainnya.
Sehingga pada waktu itu kopi mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat negeri itu. Dari khasiat kopi tersebut akhirnya membawa kemakmuran bagi pemilik-pemilik kebun kopi, pengusaha kedai kopi, pedagang kopi, eksportir kopi, dan pemerintah di berbagai belahan dunia tanaman minuman beraroma khas itu ditanam. Banyaknya khasiat yang didapat dari kopi, sehingga penyebarannya cukup pesat terutama di benua Eropa. Di Salerno, Italia, kopi telah dikenal pada abad kesepuluh. Setelah itu berlanjut dengan pembukaan kedai kopi bernama Botega Delcafe pada tahun 1645 yang kemudian menjadi pusat pertemuan cerdik pandai di negara pizza tersebut.


Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di Saint Germain Fair. Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan sebagai minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Meskipun perkembangan kopi begitu pesat pada abad-abad itu tetapi orang-orang Arab telah lebih dulu memonopolinya sebagai tanaman, dan mereka hanya mengekspor kopi yang sudah digoreng atau digonseng. Sedangkan penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arabia ke Jakarta. Kopi arabika pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat di timur Jatinegara, yang menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi.

Kemudian kopi arabika menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten, dan Priangan, melalui sistem tanam paksa. Setelah menyebar ke Pulau Jawa, tanaman kopi kemudian menyebar ke daerah lain, seperti Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Timor. "Bahkan kopi arabika yang semula ditanam di Brasil (negara produsen kopi terbesar di dunia) konon bibitnnya berasal dari Pulau Jawa," ungkap Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Timur Mudrig Yahmadi.

Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut) serta dataran tinggi Gayo (DI Aceh).

Perjalanan kopi bukan begitu saja menjadi salah satu minuman dunia yang disenangi. Di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan menyatakan bahwa minuman kopi itu dimasukkan sultan-sultan muslim untuk menggantikan anggur. Bukan hanya melarang tetapi juga menghukum orang-orang yang minum kopi.

Bahkan, tahun 1656, Wazir dan Kofri, Kerajaan Usmaniyah, mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya melarang kopi, tetapi menghukum orang-orang yang minum kopi dengan hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Tetapi bertahun-tahun kemudian, pelarangan minum kopi di Timur Tengah lambat-laun terkikis, sehingga jika seorang suami melarang istrinya minum kopi, si istri tersebut bisa memakai alasan ini untuk minta cerai. Di Swedia, konon Raja Gustaff ke II pernah menjatuhkan hukuman terhadap dua orang saudara kembar. Yang satu hanya dizinkan meminum kopi dan yang satu lagi diizinkan hanya teh. Siapa yang terlebih dahulu mati, maka dialah yang bersalah dalam satu tindak pidana yang dituduhkan terhadap mereka. Ternyata yang mati duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun.

Sejak itu orang-orang Swedia berbalik menjadi peminum kopi paling fanatik yang ada di dunia, sehingga sampai sekarang negara-negara Skandinavia kini peminum kopi tertinggi per kapita di dunia. Setiap orang bisa menghabiskan 12 kg lebih per tahun dibanding dengan di Indonesia yang hanya 0,6 kg per tahun. Begitu bergengsinya minuman kopi ini, hingga Raja Frederick Agung dari Rusia pada tahun 1777 hanya memperbolehkan kalangan atas atau kelas bangsawan saja untuk menunjukkan kearistokratan kopi.
 


 Sejarah Kopi Gayo

A. sejarah kopi gayo di jaman belanda.
Takengon yang merupakan salah satu penghasil kopi terbaik dunia dan pengekspor kopi terbesar Indonesia ke luar negeri ternyata memiliki sejarah tersendiri. Tanah Gayo merupakan tempat yang cukup baik untuk perkebunan kopi dengan ketinggian 1.000 sampai 1300 meter dpl. menurut insyinyur Belanda bahwa kopi terbaik berada pada ketinggian 1200 meter Dpl. Empat tempat perkebunan Belanda di Tanah Gayo antara lain Kabupaten Takengon, dan Kabupaten Bener Meriah.

B. Awal dibukanya Perkebunan Oleh Belanda
Seperti yang diungkapkan oleh Pak Tomo dan Pak Jafar selaku mantan pekerja perkebunan, Belanda mendatangkan buruh perkebunan dari pulau Jawa pada tahun 1931 untuk dipekerjakan diperkebunan, untuk satu wilayah perkebunan para pekerja terdiri atas ratusan pekerja dan memiliki fungsi masing-masing, ada yang ditempatkan sebagai Mandor atau pengawas perkebunan ataupun sebagai pengawas pekerja.
Seperti halnya kebudayaan Suku Jawa, setiap awal gajian Belanda mengadakan acara hiburan seperti Ketoprak, wayang dll sebagai hiburan rakyat. Disamping para pendatang sebelumnya diwilayah perkebunan tersebut sudah ada suku pribumi yaitu (suku Gayo). Saat Belanda memperkenalkan Tanaman Kopi ke Gayo baru lah saat itu masyarakat Gayo mengenal adanya Kopi Gayo namun sulit dipasarkan karena perdagangan masih dikuasai Belanda.
C. Belanda memperkenalkan tanaman kopi ke Gayo
Masyarakat Dataran Tinggi Gayo pada saat itu sebelum kedatangan Belanda waktu itu masyarakat gayo hanya bercocok tanam bersawah dan bercocok tanam lainnya. Belanda memulai Investasinya memperkenalkan Tanaman Kopi, Teh, alpukat, Pinus dan Terong agur. Saat itu alpukat merupakan makanan mewah khusus orang Belanda, namun alpukat ternyata disukai anjing sehingga biji alpukat tumbuh dimana-mana sehingga tidak bisa dikontrol oleh Belanda lagi. Terong Agur yang sebagian orang menyebutnya merupakan makanan khas Gayo (Cecah Gayo). Belanda melakukan iventasinya bukan hanya tanaman kopi aja tapi ada juga tanaman Pinus yang ditanam oleh Belanda dan dilakukan pembibitannya di Lampahan, kabupaten Bener Meriah yang kemudian ditanam diseputaran Danau Laut Tawar dan sebagian Besar di Wilayah kecamatan Linge, Linge merupakan dataran tinggi diatas 1400 meter dpl, sehingga tidak cocok untuk kopi namun Pinus di Linge ternyata menghasilkan Getah Pinus terbaik di dunia.









Pengembangan Kopi di Daerah Aceh 


























Rincian ( dalam Hektar) :

Kab. Gayo Lues             : 4     
         Aceh Barat            : 532
         Aceh Barat Daya  : 562
         Aceh Besar           : 1.318
         Aceh Jaya             : 1.355
         Aceh Selatan        : 1.529
         Aceh Singkil        : 166
         Aceh Tamiang      : 226
         Aceh Tengah        : 46.493
         Aceh Tenggara     : 279
         Aceh Timur          : 516
         Aceh Utara           : 975
         Bener Meriah       : 9.640
         Bireun                  : 314
         Nagan Raya         : 150
         Pidie                    : 9.490
         Pidie Jaya            : 75
         Simeulue             : 154
         Subulussalam      : 41


Nasrul Arta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

: