Saat ini di Aceh terdapat dua jenis
kopi yang di budidayakan adalah kopi Arabica dan kopi Robusta. Dua jenis kopi
gayo aceh yang sangat terkenal yaitu kopi Gayo (Arabica) dan kopi Ulee Kareeng
(Robusta). Untuk kopi jenis Arabica umumnya dibudidayakan di wilayah dataran
tinggi “Tanah Gayo”, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues, sedangkan di Kabupaten Pidie
(terutama wilayah Tangse dan Geumpang) dan Aceh Barat lebih dominan
dikembangkan oleh masyarakat disini berupa kopi jenis Robusta. Kopi Arabica
agak besar dan berwarna hijau gelap, daunnya berbentuk oval, tinggi pohon
mencapai tujuh meter. Namun di perkebunan kopi, tinggi pohon ini dijaga agar
berkisar 2-3 meter. Tujuannya agar mudah saat di panen. Pohon Kopi Arabica
mulai memproduksi buah pertamanya dalam tiga tahun. Lazimnya dahan tumbuh dari
batang dengan panjang sekitar 15 cm. Dedaunan yang diatas lebih muda warnanya
karena sinar matahari sedangkan dibawahnya lebih gelap. Tiap batang menampung
10-15 rangkaian bunga kecil yang akan menjadi buah kopi.
Dari proses inilah kemudian muncul
buah kopi disebut cherry, berbentuk oval, dua buah berdampingan. Kopi Gayo
merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo.
Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di
Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian
1200 m dari permukaan laut tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di
Indonesia yaitu dengan luas sekitar 81.000 ha. Masing-masing 42.000 ha berada
di Kabupaten Bener Meriah dan selebihnya 39.000 ha di Kabupaten Aceh Tengah.
Gayo adalah nama Suku Asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo
berprofesi sebagai Petani Kopi.
Varietas Arabica mendominasi jenis
kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabica yang
dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia. Kopi Gayo merupakan
salah satu kopi khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari oleh
berbagai kalangan di dunia. Kopi Gayo memiliki aroma dan rasa yang sangat khas.
Kebanyakan kopi yang ada, rasa pahitnya masih tertinggal di lidah kita, namun
tidak demikian pada kopi Gayo. Rasa pahit hampir tidak terasa pada kopi ini.
Cita rasa kopi Gayo yang asli terdapat pada aroma kopi yang harum dan rasa
gurih hampir tidak pahit. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa rasa kopi Gayo
melebihi cita rasa kopi Blue Mountain yang berasal dari Jamaika. Kopi Gayo Aceh
Gayo dihasilkan dari perkebunan rakyat di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah.
Di daerah tersebut kopi ditanam
dengan cara organik tanpa bahan kimia sehingga kopi ini juga dikenal sebagai
kopi hijau (ramah lingkungan). Kopi Gayo disebut-sebut sebagai kopi organik
terbaik di dunia.
Sejarah Kopi
Kopi memiliki istilah yang
berbeda-beda. Pada masyarakat Indonesia lebih akrab dengan sebutan kopi, di
Inggris dikenal coffee, Prancis menyebutnya cafe, Jerman menjulukinya kaffee,
dalam bahasa Arab dinamakan quahwa.
Sejarah kopi diawali dari cerita seorang penggembala kambing Abessynia yang menemukan tumbuhan kopi sewaktu ia menggembala, hingga menjadi minuman bergengsi para aristokrat di Eropa. Bahkan oleh Bethoven menghitung sebanyak 60 biji kopi untuk setiap cangkir kopi yang mau dinikmatinya. Sejak penemuan tumbuhan kopi tersebut kemudian seorang sufi Ali Bin Omar dari Yaman menjadikan rebusan kopi sebagai obat penyakit kulit dan obat-obatan lainnya. Sehingga pada waktu itu kopi mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat negeri itu. Dari khasiat kopi tersebut akhirnya membawa kemakmuran bagi pemilik-pemilik kebun kopi, pengusaha kedai kopi, pedagang kopi, eksportir kopi, dan pemerintah di berbagai belahan dunia tanaman minuman beraroma khas itu ditanam. Banyaknya khasiat yang didapat dari kopi, sehingga penyebarannya cukup pesat terutama di benua Eropa. Di Salerno, Italia, kopi telah dikenal pada abad kesepuluh. Setelah itu berlanjut dengan pembukaan kedai kopi bernama Botega Delcafe pada tahun 1645 yang kemudian menjadi pusat pertemuan cerdik pandai di negara pizza tersebut.
Sejarah kopi diawali dari cerita seorang penggembala kambing Abessynia yang menemukan tumbuhan kopi sewaktu ia menggembala, hingga menjadi minuman bergengsi para aristokrat di Eropa. Bahkan oleh Bethoven menghitung sebanyak 60 biji kopi untuk setiap cangkir kopi yang mau dinikmatinya. Sejak penemuan tumbuhan kopi tersebut kemudian seorang sufi Ali Bin Omar dari Yaman menjadikan rebusan kopi sebagai obat penyakit kulit dan obat-obatan lainnya. Sehingga pada waktu itu kopi mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat negeri itu. Dari khasiat kopi tersebut akhirnya membawa kemakmuran bagi pemilik-pemilik kebun kopi, pengusaha kedai kopi, pedagang kopi, eksportir kopi, dan pemerintah di berbagai belahan dunia tanaman minuman beraroma khas itu ditanam. Banyaknya khasiat yang didapat dari kopi, sehingga penyebarannya cukup pesat terutama di benua Eropa. Di Salerno, Italia, kopi telah dikenal pada abad kesepuluh. Setelah itu berlanjut dengan pembukaan kedai kopi bernama Botega Delcafe pada tahun 1645 yang kemudian menjadi pusat pertemuan cerdik pandai di negara pizza tersebut.
Di Kota London, coffee house
pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka
pada tahun 1671 di Saint Germain Fair. Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan
sebagai minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja
makan pagi. Meskipun perkembangan kopi begitu pesat pada abad-abad itu tetapi
orang-orang Arab telah lebih dulu memonopolinya sebagai tanaman, dan mereka
hanya mengekspor kopi yang sudah digoreng atau digonseng. Sedangkan penyebaran
tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17
sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arabia ke Jakarta.
Kopi arabika pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat di timur Jatinegara,
yang menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi.
Kemudian kopi arabika menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten, dan Priangan, melalui sistem tanam paksa. Setelah menyebar ke Pulau Jawa, tanaman kopi kemudian menyebar ke daerah lain, seperti Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Timor. "Bahkan kopi arabika yang semula ditanam di Brasil (negara produsen kopi terbesar di dunia) konon bibitnnya berasal dari Pulau Jawa," ungkap Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Timur Mudrig Yahmadi.
Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut) serta dataran tinggi Gayo (DI Aceh).
Perjalanan kopi bukan begitu saja menjadi salah satu minuman dunia yang disenangi. Di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan menyatakan bahwa minuman kopi itu dimasukkan sultan-sultan muslim untuk menggantikan anggur. Bukan hanya melarang tetapi juga menghukum orang-orang yang minum kopi.
Bahkan, tahun 1656, Wazir dan Kofri, Kerajaan Usmaniyah, mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya melarang kopi, tetapi menghukum orang-orang yang minum kopi dengan hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Tetapi bertahun-tahun kemudian, pelarangan minum kopi di Timur Tengah lambat-laun terkikis, sehingga jika seorang suami melarang istrinya minum kopi, si istri tersebut bisa memakai alasan ini untuk minta cerai. Di Swedia, konon Raja Gustaff ke II pernah menjatuhkan hukuman terhadap dua orang saudara kembar. Yang satu hanya dizinkan meminum kopi dan yang satu lagi diizinkan hanya teh. Siapa yang terlebih dahulu mati, maka dialah yang bersalah dalam satu tindak pidana yang dituduhkan terhadap mereka. Ternyata yang mati duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun.
Sejak itu orang-orang Swedia berbalik menjadi peminum kopi paling fanatik yang ada di dunia, sehingga sampai sekarang negara-negara Skandinavia kini peminum kopi tertinggi per kapita di dunia. Setiap orang bisa menghabiskan 12 kg lebih per tahun dibanding dengan di Indonesia yang hanya 0,6 kg per tahun. Begitu bergengsinya minuman kopi ini, hingga Raja Frederick Agung dari Rusia pada tahun 1777 hanya memperbolehkan kalangan atas atau kelas bangsawan saja untuk menunjukkan kearistokratan kopi.
Kemudian kopi arabika menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten, dan Priangan, melalui sistem tanam paksa. Setelah menyebar ke Pulau Jawa, tanaman kopi kemudian menyebar ke daerah lain, seperti Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Timor. "Bahkan kopi arabika yang semula ditanam di Brasil (negara produsen kopi terbesar di dunia) konon bibitnnya berasal dari Pulau Jawa," ungkap Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Timur Mudrig Yahmadi.
Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut) serta dataran tinggi Gayo (DI Aceh).
Perjalanan kopi bukan begitu saja menjadi salah satu minuman dunia yang disenangi. Di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan menyatakan bahwa minuman kopi itu dimasukkan sultan-sultan muslim untuk menggantikan anggur. Bukan hanya melarang tetapi juga menghukum orang-orang yang minum kopi.
Bahkan, tahun 1656, Wazir dan Kofri, Kerajaan Usmaniyah, mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya melarang kopi, tetapi menghukum orang-orang yang minum kopi dengan hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Tetapi bertahun-tahun kemudian, pelarangan minum kopi di Timur Tengah lambat-laun terkikis, sehingga jika seorang suami melarang istrinya minum kopi, si istri tersebut bisa memakai alasan ini untuk minta cerai. Di Swedia, konon Raja Gustaff ke II pernah menjatuhkan hukuman terhadap dua orang saudara kembar. Yang satu hanya dizinkan meminum kopi dan yang satu lagi diizinkan hanya teh. Siapa yang terlebih dahulu mati, maka dialah yang bersalah dalam satu tindak pidana yang dituduhkan terhadap mereka. Ternyata yang mati duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun.
Sejak itu orang-orang Swedia berbalik menjadi peminum kopi paling fanatik yang ada di dunia, sehingga sampai sekarang negara-negara Skandinavia kini peminum kopi tertinggi per kapita di dunia. Setiap orang bisa menghabiskan 12 kg lebih per tahun dibanding dengan di Indonesia yang hanya 0,6 kg per tahun. Begitu bergengsinya minuman kopi ini, hingga Raja Frederick Agung dari Rusia pada tahun 1777 hanya memperbolehkan kalangan atas atau kelas bangsawan saja untuk menunjukkan kearistokratan kopi.
Sejarah Kopi Gayo
A. sejarah kopi gayo di jaman
belanda.
Takengon yang merupakan salah satu
penghasil kopi terbaik dunia dan pengekspor kopi terbesar Indonesia ke luar
negeri ternyata memiliki sejarah tersendiri. Tanah Gayo merupakan tempat yang
cukup baik untuk perkebunan kopi dengan ketinggian 1.000 sampai 1300 meter dpl.
menurut insyinyur Belanda bahwa kopi terbaik berada pada ketinggian 1200 meter
Dpl. Empat tempat perkebunan Belanda di Tanah Gayo antara lain Kabupaten
Takengon, dan Kabupaten Bener Meriah.
B. Awal
dibukanya Perkebunan Oleh Belanda
Seperti yang diungkapkan oleh Pak
Tomo dan Pak Jafar selaku mantan pekerja perkebunan, Belanda mendatangkan buruh
perkebunan dari pulau Jawa pada tahun 1931 untuk dipekerjakan diperkebunan,
untuk satu wilayah perkebunan para pekerja terdiri atas ratusan pekerja dan
memiliki fungsi masing-masing, ada yang ditempatkan sebagai Mandor atau
pengawas perkebunan ataupun sebagai pengawas pekerja.
Seperti halnya kebudayaan Suku Jawa, setiap awal gajian Belanda mengadakan
acara hiburan seperti Ketoprak, wayang dll sebagai hiburan rakyat. Disamping
para pendatang sebelumnya diwilayah perkebunan tersebut sudah ada suku pribumi
yaitu (suku Gayo). Saat Belanda memperkenalkan Tanaman Kopi ke Gayo baru lah
saat itu masyarakat Gayo mengenal adanya Kopi Gayo namun sulit dipasarkan
karena perdagangan masih dikuasai Belanda.
C. Belanda
memperkenalkan tanaman kopi ke Gayo
Masyarakat Dataran Tinggi Gayo pada
saat itu sebelum kedatangan Belanda waktu itu masyarakat gayo hanya bercocok
tanam bersawah dan bercocok tanam lainnya. Belanda memulai Investasinya
memperkenalkan Tanaman Kopi, Teh, alpukat, Pinus dan Terong agur. Saat itu
alpukat merupakan makanan mewah khusus orang Belanda, namun alpukat ternyata
disukai anjing sehingga biji alpukat tumbuh dimana-mana sehingga tidak bisa
dikontrol oleh Belanda lagi. Terong Agur yang sebagian orang menyebutnya
merupakan makanan khas Gayo (Cecah Gayo). Belanda melakukan iventasinya bukan
hanya tanaman kopi aja tapi ada juga tanaman Pinus yang ditanam oleh Belanda
dan dilakukan pembibitannya di Lampahan, kabupaten Bener Meriah yang kemudian
ditanam diseputaran Danau Laut Tawar dan sebagian Besar di Wilayah kecamatan
Linge, Linge merupakan dataran tinggi diatas 1400 meter dpl, sehingga tidak
cocok untuk kopi namun Pinus di Linge ternyata menghasilkan Getah Pinus terbaik
di dunia.
Pengembangan Kopi di Daerah Aceh
Rincian ( dalam Hektar) :
Kab. Gayo Lues : 4
Aceh Barat : 532
Aceh Barat Daya : 562
Aceh Besar : 1.318
Aceh Jaya : 1.355
Aceh Selatan : 1.529
Aceh Singkil : 166
Aceh Tamiang : 226
Aceh Tengah : 46.493
Aceh Tenggara : 279
Aceh Timur : 516
Aceh Utara : 975
Bener Meriah : 9.640
Bireun : 314
Nagan Raya : 150
Pidie : 9.490
Pidie Jaya : 75
Simeulue : 154
Subulussalam : 41
Nasrul Arta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar